Penulis: Franco Londah
Pondokgede adalah sebuah kecamatan di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
Kawasan yang dari tahun ke tahun warganya ‘bersahabat’ dengan banjir kala musim penghujan tiba, tercatat sebagai kecamatan terluas di Kabupaten Bekasi sebelum masuk ke dalam wilayah Kota Bekasi. Cakupan wilayahnya yang sekarang terpecah menjadi Kecamatan Jatiasih, Jatisampurna dan Pondok Melati.
Di padatnya rumah-rumah yang berjajar di kota Industri ini, salah satunya menjadi tempat tinggal Vivi, seorang perempuan ODHA yang kisahnya bisa menginspirasi banyak orang.
Nama lengkapnya Mirza Revilia, akrab disapa Vivi oleh keluarga, kerabat dan sahabat-sahabatnya.
Lahir di Indonesia pada tahun 1978, nyaris bersamaan dengan nasib seorang pria Portugis yang dikenal sebagai Senhor José (Inggris: Mr. Joseph); pria ini meninggal dunia di tahun tersebut dan nantinya akan dikonfirmasi sebagai pasien yang terinfeksi HIV-2 pertama yang diketahui secara publik. Diyakini bahwa dia terkena HIV ketika tengah berada di Guinea-Bissau pada tahun 1966.
Percepat ke tahun 1980-an dan awal 1990-an, wabah HIV dan AIDS melanda Amerika Serikat dan seluruh dunia, meskipun penyakit itu berasal dari beberapa dekade sebelumnya, tepatnya diantara rentang tahun 1902-1920-an ketika ditemukan kali pertama pada habitat simpanse dan gorilla yang tinggal di hutan negara-negara Afrika Tengah. Saat ini, lebih dari 70 juta orang telah terinfeksi HIV dan sekitar 35 juta telah meninggal karena AIDS sejak awal pandemi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tak ada yang menyangka, Vivi mengidap virus mematikan ini. Pasalnya, kondisi fisik Vivi jauh dari potret penderita HIV/AIDS yang ada di benak masyarakat pada umumnya.
Vivi memiliki tiga orang anak dari dua orang suami berbeda, satu dari anaknya sudah meninggal dengan status HIV yang sama dengan Vivi. Almarhum anak Vivi dilahirkan normal, sedangkan dua orang anak lainnya berstatus negative.
Hidup dengan status HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome) bukanlah hal yang mudah. Apalagi bila harus berperan sebagai orang tua tunggal. Itulah kenyataan yang harus dihadapi Mirza Revilia di tahun-tahun awal ia hidup dengan status barunya sebagai HIV+. Mirza Revilia adalah satu dari ratusan ribu penderita HIV/AIDS yang dipaksa untuk berani menghadapi dunia tanpa tabir apa pun.
Saat ini Vivi aktif di Ikatan Perempuan Positif Indonesia dan juga bekerja sebagai Program Officer di Jaringan Indonesia Positif (JIP) yang baru saja membuat program Rapid Response Officer.
19 tahun sudah Vivi hidup dengan status sebagai ODHA. ”di masa-masa awal tahu dan anaknya juga memiliki status (HIV) yang sama cukup berat, enggak enak,” aku Vivi di podcast Inspirational Woman edisi 21. Vivi tidak pernah membayangkan sang buah hati akan menyandang status yang sama dengan dirinya. “Ya, pengennya anak punya masa depan. Menjadi pegangan, ketika kita tidak ada di dunia, dia (anak) yang bisa menggantikan.” Vivi menambahkan, ia mengetahui status HIV + yang diidapnya bermula dari sang anak. Ia tertular lewat mantan suaminya Ardi Yuniar, seorang mantan pemakai narkotik. Vivi di tahun 2002 melahirkan anak pertamanya dari almarhum suaminya yang dulu seorang pecandu itu. Jenis obat-obatan terlarang dengan medium jarum suntik yang biasa digunakan suaminya memang rentan beresiko terkena HIV.
Selama menjalani bahtera rumah tangga, Vivi tak pernah menyadari telah menikahi penderita HIV/AIDS. Tak disangka, kelahiran anak pertama mereka, Eka Putri Afrianti atau Puput menjadi awal terbukanya tabir tentang penyakit yang diderita Ardi. Kondisi fisik Puput yang terus memburuk menimbulkan berbagai pertanyaan. Hasil pemeriksaan darah Putri dan Vivi akhirnya menjawab semua pertanyaan.
Kenyataan yang menyesakkan itu sempat menenggelamkan Vivi dalam kesedihan. Ia merasa bertanggung jawab terhadap penularan virus mematikan itu ke tubuh Puput. Setelah itu, hidup Vivi dan Puput tergantung pada obat-obatan yang menjaga kestabilan imunitas tubuh. Setiap bulan, tak kurang Rp 1,5 juta dikeluarkan agar mereka dapat bertahan hidup.
Beruntung, dukungan keluarga menjadi satu-satunya biduk haluan bagi Vivi untuk tetap tegar. Sikap positif ditambah pengetahuan yang cukup tentang penyakit HIV/AIDS membantu Vivi dan keluarganya untuk melanjutkan hidup dan menghadapi dunia luar.
Di awal perbincangan, Vivi akui saat ini penerimaan dan pandangan masyarakat umum kepada ODHA jauh lebih ‘ramah’. “Banyak kemajuan tiap tahun yang signifikan, terutama bagi perempuan perempuan ODHA,” ungkap Vivi. Sekarang tidak seperti dahulu, namun bukan berarti perjuangan Vivi dengan anak berstatus HIV + di tahun 2000-an menjadi perkara mudah yang bisa dijalani begitu saja.
Tanpa pendampingan atau konselor, Vivi memperjuangkan hak hidup dirinya dan pengobatan anaknya.
“Awal kaget sih, anak gua lahir dengan status HIV. Masuk ruang ICU, karna badannya nge-drop. Badannya ruam-ruam dan akhirnya diketahui kena HIV. Secara finansial dibantu orang tua. Saat itu, bener-bener ngeluarin uang sendiri.”
Diare dan ruam di kulit anak Vivi, sebuah indikasi awal yang Vivi sendiri tidak tahu apa penyebabnya.
Bulan Januari 2002 anak Vivi lahir dan tepat di bulan Juni di tahun yang sama – anaknya memulai pengobatan. Enam bulan paska anaknya lahir, waktu Vivi dihabiskan mengurus anaknya di Rumah Sakit. Di masa-masa ini pulalah Vivi kemudian mengetahui bahwa mertua nya, orang tua dari mendiang suami Vivi ternyata sudah mengetahui status HIV+.
Sebagai single parent Vivi ditempa mentalnya untuk selalu berjuang. Selama 19 tahun ia hidup bersama virus HIV, dan perjuangannya belum usai. Jalan masih panjang bagi Vivi dan jutaan orang lain diluar sana yang berstatus ODHA dengan problematika yang hampir sama, hidup dengan HIV AIDS dan melawan stigma juga diskriminasi yang terus menyertainya.
Bersambung…
—
Perempuan Berdaya adalah Podcast resmi dari Ikatan Positif Indonesia, jaringan nasional perempuan yang hidup dengan atau terdampak HIV. Podcast ini mengisahkan pengalaman, tantangan, dan keberhasilan para perempuan yang hidup dengan HIV untuk tetap berdaya, baik untuk dirinya, dan siapapun yang berada di sekitarnya.