Inong bercerita bahwa dirinya mengetahui status HIVnya pada awal Maret di tahun 2017. Saat itu kondisi fisik Inong baik – baik saja, dia hanya memiliki bisul kecil di area bokongnya. Terus ternyata bisulnya itu harus dioperasi, itu ternyata bukan bisul tapi abses yang udah meradang. Operasi dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih. Nah di sana ternyata ada salah satu aturan yang harus dilalui bahwa dirinya harus screening HIV, karena ada kebutuhan maka Inong mengiyakan.
Selepas 24 jam hasil baru disampaikan kepada Inong. Dia merasakan hal yang tidak nyaman saat semua tirai langsung ditutup oleh suster, dan pintun juga ditutup. Perasaan Inong langsung acak-acakan. Saat dibuka statusnya reaktif. Waktu itu inong tidak memahami reaktif itu apa. Suster kemudian menjelaskan perihal HIV. Saking kaget dan sedih Inong memegang tangan sang sahabat, Lous yang saat itu menemaninya. Inong sempat berfikir bahwa dirinya akan mati karena belum terpapar informasi apapun, bahwa HIV itu sebenarnya ada obatnya, dan ternyata penularannya ga segampang itu.
Hari itu Inong langsung dirujuk ke dokter, tapi karena dokter ga ada di rumah sakit, akhirnya dirinya hanya mengambil nomor antrian dan pulang beserta selang-selang yang menempel di badan. Selama satu bulan, selang irigasi untuk membersihkan nanah masih tertempel. Ada waktu kemudian Inong merasakan denial yang teramat sangat. Sampai dia bertemu dengan Ayu yang saat itu masih menjadi dewan nasional IPPI di social media.
Setelah ngobrol dengan Ayu, dirinya sempat kecewa karena dia tidak berdomisili di Jogja. Padahal Inong sempat berharap karena dia bisa memberi pencerahan. Untungnya Ayu memperkenalkan Inong dengan Nur, salah satu sahabat IPPI di Jogjakarta. Pertemuannya dengan Nur, membuka cara berfikirnya karena Nur menjelaskan bahwa orang dengan HIV itu bisa hidup sama seperti orang lain, kualitas hidupnya sama seperti orang lain kalau kamu minum obat, ga usah khawatir. Nur juga menyampaikan tentang akses layanan kemana saja.
Inong juga kemudian teringat bahwa dirinya memiliki anak yang kemudian menjadi motivasi terbesar untuk sehat, Inong bertekad untuk akses ARV ahar bisa hidup lebih lama. Dia ingin melihat anak-anaknya tumbuh dewasa, menempuh pendidikan dan sampai menikah. Inong tidak ingin mati cepat. Hari dimana Inong berbicara dengan IPPI, dia sudah berdamai “I deal with it, deal with the virus”. Inong mengaku tidak banyak orang yang mengetahui kondisi dirinya karena dia tidak terlalu terbuka. Dia mengaku keterbukaan ini sangat situasional. Jika ada yang bertanya dia akan menjawab dengan jujur, tapi kalau engga ada yang nanya inong juga tidak akan woro-woro.
Inong adalah seorang Ibu dan memiliki anak kembar. Hobi yang tidak diketahui banyak teman teman di isi HIV adalah dia memiliki band beraliran trash metal. Inong bermusik sejak SMP, dirinya mengaku ikut band festival, posisi awalnya bermain drum namun sekarang Inong menjadi vokalis setelah memiliki Band di Jogja. Sebagai perempuan yang hidup dengan HIV, ngeband, bertato, banyak orang sering mengomentari hidupnya. Stigma and discrimination is real. Nyata di depan mata. Bersama bandnya di Jogja, Inong membuat lagu yang berjudul ‘Anti Retroviral’. Meski masih banyak orang yang belum ngeh, Inong bermaksud untuk menceritakan bahwa dirinya mengkonsumsi obat tersebut, dia ingin menyampaikan bahwa dia hidup dengan HIV. Banya orang yang berkomentar kenapa ibu-ibu manggung? Kasian bawa anak, kupingnya sakit dibawa nongkrong dengerin musik. Padahal sejauh ini anak-anaknya enjoy aja, bahkan mereka naik ke panggung minta digendong narik-narik mic. Buat Inong, terserah orang mau ngomong apa baginya yang penting anak anak sehat dan bahagia.
Inong mengaku selalu menjadi dirinya sendiri, kalau ke sekolah menjemput anak-anaknya dia mengaku he Just herself. Menggunakan Celana pendek, kaos, bahkan tatonya keliatan semua. Semua mata memandangnya tapi Inong tidak merasa terganggu. Selama ini dia mendapat perlakuan baik di dalam lingkaran pergaulannya, karena inong mengaku memilih pertemanan dan mau membawa anak anak kemana. Tentunya dia tidak akan membawa anak anak ke sembarangan tempat
Untuk anak-anak Inong tidak pernah memutuskan sesuatunya sendiri. Dia mengembalikan lagi ke anak anak tentang pilihan pilihan mulai dari hal hal yang sederhana, jadi dia tidak mau menjadi orangtua yang egois. Mulai dari hal-hal kecil Inong juga mengajarkan kepada anak anaknya. Yang kebetulan mereka disekolahkan bukan di sekolah konvensional. Walaupun masih TK sekolah anak anak sangat menyenangkan. Karena sekolah tersebut mengajarkan mereka bahwa warna, mainan dan hal hal lain tidak ada batasannya tidak bergender. Bagi inong penting anak anak merasa nyaman.
Inong memiliki anak anak yang kritis. Ada momen dimana anak-anak menanyakan soal ARV dan Inong menjelaskan “kalau mama ga minum ini nanti mama sakit, kalau mama sakit, mama harus nginep di rumah sakit, kalau mama nginep di rumah sakit berarti kita ga ketemu.” Inong menggunakan informasi dasar agar anak anaknya yang masih sangat kecil bisa memahami. Anak anak Inong juga bertanya kenapa sang ibu harus ke rumah sakit setiap 6 bulan untuk ngambil darah. Bahkan bertanya Kenapa mereka tidak diambil darah juga.
Bagi Inong, Paradigma masyarakat yang harus diubah adalah masyarakat harus lebih banyak mencari tahu, jangan menelan segala sesuatu mentah-mentah. No judgemental. Setelah aktif di isu HIV, ada beberapa perubahan cara pandang seperti dia merasa banyak orang yang lebih tidak beruntung daripada dirinya, sampai harus diusir dari kampung, ditinggalkan keluarga, hal Itu juga membuka mata bagaimana ternyata dirinya harus lebih banyak bersyukur.
Inong punya mimpi, dia ingin pergi ke Negara ini karena dia merasa Indonesia membuat hidupnya semakin kacau. Dan kalau bisa benar benar pindah, dirinya ingin menetap di satu kota kecil di Alaska yang berupa isolate island di mana mereka hidup dari bertukar. Tapi mimpi lainnya adalah dirinya ingin melihat anak anak tumbuh jadi pribadi yang menyenangkan dan berguna untuk orang lain, tidak hanya mementingkan diri sendiri.
Kedepannya Inong ingin IPPI bisa membantu memberikan kualitas hidup yang lebih baik untuk perempuan yang hidup dengan HIV, dari mulai akses layanan kesehatan, akses pengobatan, rumah aman, advokasi, perlindungan, dll. Dengan penuh rasa syukur Inong merasa bahagia karena bisa menjadi bagian dari IPPI.